Syukur dalam Setiap Helaan Nafas

“Have you ever felt grateful for every breath you take? and for every oxygen that could easily fill up your lungs? if you haven't already done so, then you should show your gratitude to Alloh at this very moment, because sometimes some people need to use nearly all their strenght just to keep breathing”
Kurang lebih itu adalah status facebook-ku berminggu-minggu yang lalu. Setelah aku terkena serangan asma berat, hingga setiap helaan nafas membutuhkan perjuangan dan setiap oksigen yang masuk ke tubuhku terasa sebagai karunia penyambung hidup yang tak ternilai harganya. 

Berhari-hari aku hanya bisa terduduk, sulit berbaring apalagi tidur, sekedar bersandar pun terasa berat, apalagi berdiri atau jalan-jalan. Ketika itu, dalam kurun waktu dua minggu saja aku menghabiskan uang yang sangat banyak, mendekati hitungan jutaan hanya untuk biaya periksa ke dokter dan obat-obatan. Sebuah nilai uang yang cukup besar untuk ukuranku. 

Walaupun begitu, sepertinya ada hikmah tersendiri setiap kali aku ke dokter, aku merasa ternyata banyak orang yang menderita penyakit yang lebih berat dariku, sehingga aku pun tidak terlarut dalam rasa mengasihani diri sendiri terlalu jauh. Sakitku kali itu terasa sangat menyiksa dan lebih berat dari sebelumnya. 

Rasanya berkali-kali aku hampir pingsan karena sulitnya bernafas. Hingga disela-sela serangannya aku hanya bisa terduduk lemas sambil sesekali memperhatikan anakku bermain. Yang Subhanalloh..walaupun usianya baru dua tahun, dia seperti mengerti bahwa ibunya sedang sakit, padahal biasanya kalau aku di rumah, sepertinya anakku beranggapan bahwa artinya aku siap bermain sepuasnya dengan dia. Alhamdulillah, waktu itu dia sangat memahamiku. 

 Namun ada hal yang masih mengganjal di hatiku. Waktu itu aku belum tahu ada hikmah apa sebenarnya dibalik cobaan yang aku terima. Karena terkadang aku masih bertanya-tanya mengapa ini terus terjadi kepadaku? Belum luluskah aku sehingga selalu diuji dengan ujian yang sama? Padahal menjaga kesehatan rasanya sudah, membatasi aktivitas juga sudah tapi entah mengapa mudah sekali penyakit ini kembali menyerang. 

Lantas setelah berhari-hari aku hanya bisa duduk bersandar di tempat tidur, aku berpikir, mengingat-ingat kembali dosa-dosaku dan sekaligus berusaha untuk mengevaluasi seluruh perjalanan hidupku. Dan tanpa kusangka seketika itu terlintas satu pikiran di kepalaku, pernahkah kamu bersyukur atas setiap helaan nafasmu, atas segarnya oksigen yang bisa dengan mudah masuk memenuhi paru-parumu? 

Ya Allah…tak terasa butiran air mata menetes di pipiku, aku baru sadar mungkin itulah penyebabnya, Allah Tuhanku Yang Maha Pengasih tengah mengingatkanku betapa besarnya kenikmatan yang aku peroleh selama ini, bahkan helaan nafas pun ternyata adalah satu kenikmatan yang sangat besar, dan sayangnya aku belum pernah bersyukur untuk itu. 

Suamiku yang saat itu sedang menemaniku, langsung bertanya tentang apa yang aku rasakan sehingga menangis tersedu-sedu. Dan aku hanya bisa menjawab dengan senyuman hambar, karena rasanya tak ada kata-kata yang tepat untuk mewakili ketakutanku, penyesalanku sekaligus harapan yang berkecamuk dalam hatiku waktu itu. Bahkan perhatiannya menjadikanku semakin tersedu, aku juga merasa sangat tak berguna karena sudah berhari-hari tak bisa mengurusi kebutuhan suami dan anakku, malah lebih banyak merepotkannya. 

 Air mataku terasa tertumpah hari itu, aku merasa telah menjadi orang yang sangat lalai hingga lupa untuk mensyukuri satu kenikmatan besar, yang tanpanya aku tak akan bisa hidup, yaitu nikmat bernafas. Lantas tanpa menunggu lebih lama lagi, aku pun paksakan tubuh ini untuk bangkit mengambil air wudhu kemudian shalat, memohon ampun atas segala kelalaianku, atas banyaknya waktu yang tersia-sia selama hidupku, yang lebih banyak digunakan untuk duduk menonton televisi, jalan-jalan tanpa tujuan, mengobrol yang tidak perlu atau menjelajah dunia maya tanpa tujuan apa-apa. 

Aku malu, entah kelebihan apa yang nanti akan aku ajukan kepada Allah untuk memohon surganya, jika saat itu paru-paruku menolak untuk menghela nafas lagi, jika seluruh tubuhku tak bisa lagi dialiri oksigen… Astagfirullah…astagfirullah…hanya itu yang lantas bisa aku ucapkan, karena aku sangat takut Allah belum mengampuni dosa-dosaku. karena aku malu atas semua kelalaianku. Sungguh aku merasa sangat kecil dihadapannya, tidak ada yang kuasa aku lakukan kecuali jika aku diberi kekuatan oleh Yang Maha Kuasa. Dan rasanya diri ini sudah berlaku sombong karena kurang mensyukuri setiap kenikmatan di dunia ini. 

 Ajaibnya ternyata Allah masih menyayangiku, sehingga aku masih diberi kesempatan untuk menghela nafas lagi hingga detik ini, dan aku pun berharap agar Allah masih memberiku waktu untuk memperbaiki diri agar saat yang paling bahagia buatku adalah hari di saat aku bertemu denganNya. Tanpa aku sangka perubahan yang nyata sungguh aku rasakan setelah itu, tubuhku terasa lebih ringan, nafas terasa lebih mudah dan hati terasa lebih tenang.

Saat itu aku baru sadar bahwa ternyata dengan bersyukur kita akan merasa jauh lebih baik. Pikiran menjadi lebih positif dan optimis. Walaupun kadang nafas masih tersengal-sengal, tapi ada harapan besar dalam hatiku, bahwa aku akan segera mengalahkan penyakit ini. Tekad itu aku tuliskan besar-besar di reminder HPku diiringi ucapan syukur yang rasanya tak bisa berhenti mengalir. Bersyukur karena Allah masih peduli kepada orang yang lalai sepertiku, dengan mengingatkanku melalui sakit kali ini. 

 Ya mungkin memang begitulah seorang manusia, terkadang lupa mensyukuri hal-hal yang dianggap kecil dan biasa. Misalnya tentang kenikmatan ketika bisa bernafas dengan lega itu, mungkin bagi yang tidak pernah merasakan bagaimana rasanya sulit bernafas akan berpikir bahwa bernafas itu hanyalah mekanisme normal dan biasa dalam tubuh. Padahal kita lupa bahwa ternyata mudah saja bagi Allah untuk mencabut kenikmatan itu. 

Allah memang punya banyak cara untuk mengingatkan kita, untuk menjaga kita agar selalu berada di jalan yang benar, dan untuk selalu berada pada fitrahnya. Tapi terkadang memang bisikan syetan melalaikan kita dan menutupi pikiran kita dari introspeksi yang dalam tentang diri sendiri. Atau mungkinkah karena hati kita yang tidak sebening kristal dan malah tertutup debu yang telah menjadi kerak sehingga kehilangan sensitivitasnya. Walaupun kadang orang mengatakan bahwa hati nurani tak pernah berhenti mengingatkan kita untuk mengingat Yang Kuasa, tapi mungkin jika hatinya tertutup debu maka sinyalnya tidak terpancar dengan kuat bukan? 

Akibatnya kita sering lupa, lalai atau lebih parahnya hanya menganggap bahwa mengingat Sang Pencipta melalui syukur itu sebagai hal yang kurang perlu. Maka ketika pagi ini aku terbangun dan merasakan segarnya udara yang masuk melalui hidungku, tak lupa aku bersyukur, Alhamdulillah terima kasih Ya Allah karena Engkau masih mengizinkanku menghirup segarnya pagi ini. tak lupa aku pun menyelipkan tekad di hatiku, bahwa aku akan berusaha menjadi insan yang senantiasa bersyukur, atas setiap helaan nafas, atas setiap kedipan mata, setiap bau yang tercium dan setiap apa pun yang telah Allah berikan kepadaku. 

 Jadi tidaklah mengherankan jika disebutkan bahwa semua amal ibadah yang kita lakukan di dunia ini, walaupun setiap detik hanya diisi dengan ibadah, tidak akan cukup untuk ”membeli” surgaNya. Dan hanya karena kasih sayangNya lah kita bisa merasakan surga, sedangkan amalan kita itu bahkan tidak dapat kita gunakan untuk “membayar” kenikmatan memiliki sebelah mata. Subhanalloh…nikmat yang manakah lagi yang akan kita dustakan? *24/11/2012

Komentar

Postingan Populer